Senin, 13 Februari 2012

Cahaya Wulan.


Katakan saja nama jawanya bermakna Cahaya Wulan. Gadis Djogja dari keringnya tanah Gunung Kidul yang merona karena pantainya. Garis pantai yang indah dan berbuih putih. Warnanya perak karena terpaan sang surya. Dalam teriknya mentari yang mulai mengecil, sang bayu mneghempaskan air laut dan mengombakkannya menuju pantai. Terpaan sang bayu pula yang mengindahkan rambut sepunggung milik  Cahaya Wulan yang terurai ke segala arah. Jemarinya pun merapikan helai demi helai si pekat hitam itu. Senyum diwajahnya kadang tampak, dan kadang pula hilang secara serta merta mana kala tatapan matanya kosong. Kosong karena pikirannya melalang buana ke masa lampau yang galau dan penuh risau. Dia mulai melempar tatapannya ke pasir yang hitam dan lembab. Menerawang, menyamakan kisahnya dengan gumpalan pasir ini. Dia memiliki rasa. Rasa yang sama seperti wanita pada umumnya. Bedanya, inilah rasa awal yang ingin digapainya. Sebuah rasa ingin memiliki dan dimiliki secara utuh tanpa ada rasa cemburu buta. Namun sayang, rasa ingin memilikinya lebih besar dari pada segalanya dan membawa kesebuah hasrat buta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar